Senin, 30 November 2015

Hukum dan Pengertian Bank Syariah



KATA PENGANTAR

      Puji Syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok kami. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perbankan yang berjudul “Dasar Hukum dan Pengertian Perbankan Syariah”.

      Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
      Makalah ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada. Oleh karena itu kritik dan saran sangat berguna bagi kami demi perbaikan dan penyempurnaan makalah selanjutnnya. Akhir kata Wassalam.














Purwokerto,27 Mei 2015




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................... 2
Bab 1 Pendahuluan .................................................................................. 3
a.       Latar Belakang ......................................................................... 3
b.      Rumusan Masalah .................................................................... 4
c.       Tujuan Pembahasan ................................................................. 4
Bab  II Pembahasan ................................................................................. 5
a.       Pengertian Bank Syariah .......................................................... 5
b.      Kegiatan Usaha dengan Prinsip Syariah .................................. 8
c.       Dasar Hukum Perbankan Syariah........................................... 10
Bab III Penutup ...................................................................................... 12
a.       Kesimpulan ............................................................................ 12
Daftar Isi ................................................................................................. 13















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Sebab selama Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab kabul pernikahan, serta penguburan mayat, sementara itu dimarginalkan dari dunia perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, dan transaksi ekspor impor maka umat Islam telah mengubur Islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.
Sangat disayangkan, dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena yang pertama adalah dunia putih, sedangkan yang kedua adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila beberapa cendikiawan dan ekonom melihat Islam, dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat pembangunan.
Sekarang, saatnya para bankir yang masih mengimani Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya dan hadits sebagai pedoman aktivitasnya memperkenalkan kepada industri keuangan dan perbankan bahwa Islam memiliki prinsip syariah yang dapat diterapkan dalam lembaga keuangan modern dan membuktikan bahwa dengan sistem perbankan syariah, kita dapat menghilangkan wabah penyakit negative spread “keuntungan minus” dari dunia perbankan.






  1. Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Bank Syariah?
b.      Apa saja kegiatan Bank yang menggunakan prinsip syariah?
c.       Apa dasar hukum dari perbankan syariah menurut Islam dan Perundang-undangan Indonesia?

  1. Tujuan Pembahasan
a.       Untuk mengetahui pengertian dari Bank Syariah
b.      Untuk mengetahui apa saja kegiatan Bank yang menggunakan prinsip-prinsip yang berbasis syariah
c.       Untuk mengetahui dasar hukum Bank Syariah menurut Islam dan Perundang-undangan Indonesia




















 BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bank Syariah
Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية  al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlara
ng (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.[1]
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”.
Adapun dalam istilah Internasional sering disebut Islamic Banking atau Interest-free banking. Yaitu lembaga keuangan yang operasional dan berbagai produknya dikembangkan berlandaskan syari’ah Islam, khususnya berkaitan pelarangan prsktik riba (bunga), maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan).[2]
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Bank berdasarkan Prinsip Syariah (BPS) beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam, atau dengan kata lain yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Islam (Al-Qur’an dan Hadis). Dalam tata cara praktek-praktek yang di khawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dari pembiayaan perdagangan.
Berdasarkan laporan perkembangan perbankan syariah dari Bank Indonesia tahun 2004, perkembangan lembaga perbankan yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat menjadi tiga buah bank umum syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Syariah Mega Indonesia. Saat ini terdapat 13 Unit Usaha Syariah dari bank konvensional dengan jumlah keseluruhan sebanyak 355 kantor usaha, dan 88 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).[3] Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah. Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.

Semua aktivitas usaha yang berdasarkan sistem perekonomian Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut :
·         Bersifat mandiri.
·         Sesuai dengan syariat Islam.
·         Produk yang dihasilkan dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat.
·         Berprinsip mencari keuntungan.
·         Menerapkan fungsi efisien dan manfaat dengan menjaga kelestarian.
B.     Kegiatan Usaha dengan Prinsip Syariah
Prinsip Syariah dalam kegiatan usaha bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Kegiatan usaha dengan prinsip syariah antara lain:
a)      Wadiah (titipan)
b)      Mudharabah (bagi hasil)
c)      Musyarakah (penyertaan)
d)     Ijarah (sewa beli)
e)      Salam (pembiayaan di muka)
f)       Istishna (pembiayaan bertahap)
g)      Hiwalah (anak piutang)
h)      Kafalah (garansi bank)
i)        Rahn (gadai)
j)        Sharf (transaksi valuta asing)
k)      Wardh (pinjaman talangan)
l)        Wardhul Hasan (pinjaman sosial)
m)    Ujrah (fee)[4]
Prinsip-prinsip syariah itu dimanifestasikan dalam kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana.
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan meliputi :
a.       Giro berdasarkan prinsip wadiah (hanya untuk BUS), yaitu penitipan uang dalam bentuk rekening giro antara pihak yang mempunyai uang dengan pihak yang diberi kepercayaan, dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, dan keutuhan uang tersebut.
b.      Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah, yaitu berupa akad/perjanjian dalam bentuk tabungan antara pihak penyimpan dana (shahibul maal) dengan pihak bank (mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang dibagi berdasar nisbah yang telah disepakati di awal akad/perjanjian.
c.       Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, yaitu investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu(jatuh tempo) dengan mendapatkan imbalan bagi hasil.
d.      Bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah. Misalnya adalah Tabungan Mudharabah, yaitu simpanan pihak ketiga di Bank Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.[5]

2.      Menyalurkan penyaluran dana melalui :
a.       Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah (akad dimana bank memberi barang yang dibutuhkan nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati), istishna (akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima pesanan dengan bantuan dana dari pihak bank), ijarah(penggabingan sewa dan beli dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa), salam(akad jual beli barang pesanan antara nasabah dengan penjual dengan bantuan dana dari bank yang pembayarannya dilakukan di muka secara penuh oleh pihak bank), dan jual beli lainnya.
b.      Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah(pembiayaan sebagian dari modal usaha keseluruhan dimana pihak bank akan dilibatkan dalam proses manajemen, pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian), dan bagi hasil lainnya.
c.       Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah/anjak piutang (akad pemindahan piutang nasabah ke bank dari pihak lain. Nasabah meminta bantuan pihak bank untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli dan akan mengganti sesuai dengan perjanjian. Bank memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan pitang), rahn/gadai (akad penyerahan sejumlah uang dari nasabah ke pihak bank sebagai jaminan atas sebagian atau seluruh utang), dan qardh (akad pinjaman dari bank kepada pihak tertentu dan wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai dengan pinjaman).[6]


C.    Dasar Hukum Perbankan Syariah
Islam mengajak kepada para pemilik harta untuk mengembangkan harta mereka dan menginvestasikannya, sebaliknya melarang mereka untuk membekukan dan tidak memfungsikannya. Demikian juga tidak diperbolehkan bagi pemilik uang untuk menimbun dan menahannya dari peredaran, sedangkan umat dalam keadaan membutuhkan untuk memfungsikan uang itu untuk proyek-proyek yang bermanfaat dan dapat membawa dampak berupa terbukanya lapangan pekerjaan bagi para pengangguran dan menggairahkan aktivitas ekonomi. Sesuai dengan Al-Qur’an surah At-Taubah [9] ayat 34-35. Dan surah Al-Maidah ayat 8.
Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia telah dimulai sejak lama, yaitu sejak lembaga keuangan bukan bank hadir dengan konsep bagi hasil. Namun demikian, lembaga perbankan syariah secara formal dimulai sejak tahun 1992 dengan hadirnya perbankan syariah pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.
Bank berdasarkan prinsip Syariah diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 (Salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia)[7], dengan latar belakang adanya suatu keyakinan dalam agama Islam yang merupakan suatu alternatif atas perbankan dengan kekhususannya pada prinsip Syariah.[8] Tujuannya adalah mencapai kesejahteraan atau taraf hidup yang memungkinkan masyarakat melaksanakan akidah syariat Islam dengan cara yang lebih baik.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang Perbankan Syariah dan muncul setelah perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.[9]
Undang-Undang Bank Indonesia
Telah terbit dua undang-undang tentang Bank Indonesia yaitu Undang-undang No.23 Tahun 1999 yang telah di amandemen oleh Undang-undang No.3 Tahun 2004.Undang-undang Bank Indonesia juga efektif sejalan dengan Bank Indonesia yang secara reguler menerbitkan Peraturan Bank Indonesia(PBI).[10]









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
           
Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaannya adalah bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil. Dan tercantum dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998.
















DAFTAR PUSTAKA


·         Kasmir. 2003. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT.Raja Grafindo.
·         Arthesa,Ade dan Edia Handiman. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta:Indeks.
·         Hasibuan,Malayu. 2008. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
·         Antonio,Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta:Gema Insani.
·         Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:Kencana.
·         Dahlan,Ahmad. 2012. Bank Syariah.Yogyakarta:Teras.


[1] Rammal Zurbruegg,Awareness of Islamic Banking Products Among Muslims,(Australia:Journal of Financial,2007),hal.65.
[2] Ahmad Dahlan, Bank Syariah,(Yogyakarta:Teras,2012), hal.99.
[3] Ade Arthesa dan Edia Handiman,Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank,(Jakarta:Indeks,2009),hal.78.
[4] Kasmir,Dasar-dasar Perbankan,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003),hal.217.
[5] Malayu Hasibuan,Dasar-Dasar Perbankan,(Jakarta:Bumi Aksara,2008),hal.42.
[6] Ade Arthesa dan Edia Handiman,Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank,(Jakarta:Indeks,2009),hal.82.
[7] Ade Arthesa dan Edia Handiman,Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank,(Jakarta:Indeks,2009),hal.77.
[8] Malayu Hasibuan,Dasar-Dasar Perbankan,(Jakarta:Bumi Aksara,2008),hal.39.
[9] Wirdyaningsih,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Kencana,2005),Hal.58.
[10] Ahmad Dahlan, Bank Syariah,(Yogyakarta:Teras,2012), hal.94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar